HARTA KARUN
Seorang pemuda bernama Budi sedang mengalami frustasi yang berat. Kegagalan demi kegagalan menjalin huhungan dengan seorang wanita membuatnya benar-benar putus asa. Tahun lalu dia juga diputuskan oleh kekasihnya yang bernama Lulu. Di sela-sela waktu dia mengunjungi panti asuhan juga penjara. Saat mengunjungi sebuah penjara, pikiran dan hatinya terhentak saat ada yang memanggil Lulu...Lulu...Lulu dan terdengar benda yang dipukulkan ke besi tralis penjara. Saat dia tepat berdiri di depan kamar penjara tersebut, Budi melihat seorang pria sambil memukul-mukulkan kepala dan bagian tubuh lainnya dan berteriak-teriak..Lulu..Lulu..Lulu. Budi bertanya pada penjaga penjara tentang apa yang terjadi dengan pria tersebut? Penjaga penjara mengatakan..pria tersebut menjadi gila karena menikah dengan wanita yang bernama Lulu. Setelah melihat foto yang dipegang oleh pria tersebut, ternyata Lulu adalah wanita yang sama dengan mantan pacarnya. JIKA ANDA MENJADI BUDI BAGAIMANA PERASAAN ANDA?
Kegagalan, apalagi jika kegagalan itu adalah keterpurukan hingga di titik terendah, sering kali kita sikapi sebagai malapetaka, sebagai akhir segalanya. Keterpurukan di titik nol sering kali menjadikan kita ciut hati, undermotivated, dan berat memulai lagi dari bawah. Akibatnya, keterpurukan menjadikan kita makin terpuruk. Kita kian terjebak dalam pusaran keterpurukan.
Tapi kenapa tidak berpikir sebaliknya? Kenapa tidak menjadikan posisi terpuruk di titik terendah sebagai sebuah energi luar biasa untuk bangkit? Kenapa kita tidak menjadikan keterpurukan di titik terendah sebagai sinyal bahwa kita harus membangun sense of crisis? Kenapa keterpurukan di titik terendah tidak menjadikan seseorang menjadi ringan melenggang menggapai capaian-capaian luar biasa di depan? Kenapa keterpurukan di titik terendah tidak dijadikan momentum untuk change the world?
Bagaimana jika pola pikirnya adalah: keterpurukan di titik terendah adalah “harta karun” bagi kesuksesan? Ia menyimpan begitu banyak pelajaran, keutamaan, dan wisdom luar biasa. Karena itu, bahkan ketika kita tidak sedang terpuruk, kita harus menciptakan mindset keterpurukan di titik terendah agar kita tidak lengah, tidak sombong, tidak sok tahu, tidak malas, tidak terjebak di zona nyaman.
BAGI YANG TERPURUK
Apple identik dengan Steve Jobs. Banyak orang mengagumi Steve karena kehebatannya mencipta atau berinovasi: Mac, iPod, iPhone, iPad. Kali ini bagaimana jika pembaca belajar tentang kemampuannya untuk bangkit dari keterpurukan. Bukan hanya sekedar di titik terendah justru di titik minus. Steve adalah the real hero. Seorang the real hero tak hanya mengecap kesuksesan semata. Ia juga pernah gagal, bahkan kegagalan di titik terendah dan terpuruk. Namun di tengah keterpurukan, the real hero bisa bangkit lagi dan menuai kejayaannya kembali.
Tahun 1984, komputer Machintos pertama dirilis. 1(satu) tahun setelahnya yaitu tahun 1985, Steve mengalami kegagalan fatal saat dia dipecat dari Apple oleh CEO-nya waktu itu, John Sculley. Pemecatan ini menyakitkan karena justru Jobs-lah yang merekrut dan membawa masuk John Sculley untuk mengurusi pemasaran Macintosh. Seperti kita tahu, sepeninggal Jobs waktu itu, nasib Apple menjadi makin runyam.
Apa komentar Jobs mengenai pemecatan yang menyakitkan tersebut? “...getting fired from Apple was the best thing that could have ever happened to me. The heaviness of being successful was replaced by the lightness of being a beginner again, less sure about everything. It freed me to enter one of the most creative periods of my life.”
Hebatnya Jobs, ia tidak menyikapi pemecatannya secara negatif dan pesimistis sebagai sebuah kekalahan dan akhir segalanya. Justru sebaliknya, membebaskannya memasuki masa-masa terkreatif dan terproduktif dalam perjalanan hidupnya. Yang menarik, memulai kembali di titik terbawah justru menjadikan Jobs punya energi luar biasa untuk berkreasi. Ia mencipta produk-produk paling kreatif dalam sejarah umat manusia: iPod, iPhone, iPad. Kondisi serba keterbatasan di titik nol ini justru memberikan spirit luar biasa untuk merengkuh kesuksesan.
Pernyataan Jobs bahwa kondisi di titik nol/ titik terendah menjadikannya ringan melangkah sebagai seorang pemula. Yes, karena ketika Anda berada di puncak kesuksesan maka setiap langkah Anda akan disorot orang lain, sehingga kita merasakan beratnya langkah kita. Sebaliknya, ketika kita terpuruk di titik terendah, maka kita tidak lagi dianggap, kita tidak lagi diperhitungkan orang lain. Karena tidak diperhitungkan, maka langkah kita jadi ringan untuk melakukan dan berkreasi apapun. Pernyataan Jobs adalah bahwa kondisi di titik terbawah menciptakan ketidakpastian dan ketidakmenentuan. Ketidakpastian dan ketidakmenentuan menjadikannya berpikir 1000% lebih keras, bekerja 1000% lebih keras, berkreasi 1000% lebih keras. Ketidakpastian dan ketidakmenentuan menjadikannya keluar dari zona nyaman.
BAGI YANG MERASAKAN KESUKSESAN
Musuh kesuksesan adalah kesuksesan itu sendiri. Kesuksesan memang menciptakan kondisi enak, nyaman, dipuja-puji, disanjung-sanjung, ditiru-tiru, dijadikan role model, dianggap paling hebat. Nokia sukses menjadi penyedia handphone terbesar di dunia sejak 1998 hingga 2012. Pada kisaran tahun 1996 hingga 200, pendapatan perusahaan ini meningkat pesat menjadi 31 miliar Euro dari awalnya 6,5 miliar Euro. Bahkan berdasarkan data Gartner, system operasi Symbian yang notabene identik dengan Nokia mampu menguasai pasar hingga 62,5 persen. Diikuti oleh Windows Phone 11,1 persen, disusul BlackBerry 10,9 persen. Munculnya iPhone dan masuknya system operasi Android menjadi petaka buat Nokia. Apalagi Nokia sangat anti terhadap Android. Tetapi sekarang?
Belajar Kondisi Nokia di atas, kondisi yang serbaenak dan nyaman ini sering kali menjadikan kita lupa. Kondisi paling parah adalah kalau kesuksesan menjadikan kita malas berpikir keras, malas bekerja keras, malas berkreasi keras, malas belajar keras. Ketika itu terjadi maka kiamat di depan mata. Karena itu, justru ketika kita sedang merayap ke atas mendaki kesuksesan; mindset berpikir kita harus berjalan ke arah yang sebaliknya, merayap menuju ke posisi keterpurukan di titik nol. Itu artinya, saat kita sudah menggapai di titik terpuncak kesuksesan, saat itu juga mindset berpikir kita harus sudah ada di posisi keterpurukan di titik nol.
Mindset keterpurukan adalah harta karun menjadikan seseorang mencapai sukses berkesinambungan. Ia memberikan pelajaran, kebajikan, dan wisdom luar biasa. Ia membantu kita keluar dari penyakit kronis kemapanan. “Life Begins at the End of Comfort Zone.”
GO BREAKTHROUGH