PERTAMA DI DUNIA, DIKETEMUKAN DI INDONESIA
PENEMUAN REVOLUSIONER PADA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Datangnya musim hujan kerap dibarengi dengan meningkatnya berbagai penyakit infeksi, terutama Demam Berdarah Dengue (DBD). Di Indonesia, penyakit infeksi ini telah menyebar ke seluruh provinsi, bahkan kerap menyebabkan kasus luar biasa di beberapa daerah. DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus.
Infeksi virus dengue menyebabkan makrofag teraktivasi dan memfagosit kompleks virus-antibodi. Beratnya gejala pada DBD juga berbanding lurus dengan besar penurunan kadar komplemen dalam tubuh penderita.
BELUM DITEMUKAN OBATNYA
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, nyeri kepala berat, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, serta perdarahan. Perdarahan pada DBD dapat menyebabkan sindrom syok dengue, bahkan kematian.
Hingga saat ini, belum ditemukan obat maupun vaksin untuk DBD. Hal itu menyebabkan upaya eliminasi DBD masih berfokus pada pemberantasan vector dan terapi suportif. Dalam hal terapi suportif, sudah banyak dilakukan penelitian bahan herbal di Indonesia. Banyak bahan herbal yang telah diteliti untuk mendukung terapi suportif bagi kasus penderita DBD. Salah satu bahan herbal yang menunjukkan hasil positif adalah propolis.
Propolis: Antibiotik Alami
Diproduksi oleh lebah madu (Apis melifera), propolis sering disebut sebagai lem lebah (bee glue). Propolis berasal dari pucuk daun muda atau getah manis pepohonan yang dikumpulkan, dikunyah, dicampur dengan enzim tertentu dari dalam tubuh, lalu disimpan dalam keranjang serbuk oleh lebah.
Propolis dikenal sebagai antibiotik alami karena memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, antiviral, antimikroba, fungisidal, antimitogenik, antikarsinogenik, dan efek imunomodulator. Tidak hanya itu, propolis dilaporkan pula berperan positif dalam penyembuhan luka serta dapat berfungsi sebagai agen anestesi lokal.
Walau belum sepenuhnya diketahui, banyak nutrient telah ditemukan dalam propolis, di antaranya adalah amylase, polifenol, flavon, asam fenolat, golongan ester, asam lemak, serta berbagai vitamin dan mineral. Propolis mengandung semua jenis vitamin, kecuali vitamin K, serta seluruh mineral yang dibutuhkan tubuh, kecuali sulfur. Zat-zat yang dikandung propolis tersebut bermanfaat untuk menyokong fungsi imunitas tubuh. Propolis juga membantu proses regenerasi sel karena mengandung sedikitnya 16 rantai asam amino esensial. Tingginya kandungan bioflavonoid pada propolis menjadikannya sejenis antioksidan poten.
KEEFEKTIFAN PROPOLIS UNTUK PENDERITA DBD
Adanya kemampuan multiaksi propolis tersebut membuat propolis diajukan sebagai terapi suportif pada kasus DBD. Potensi propolis dalam meningkatkan aktivitas makrofag dan meningkatkan profil imunitas diharapkan dapat memperbaiki permeabilitas kapiler pada infeksi Dengue.
Adanya anti-DV NS-1 akibat infeksi virus Dengue akan mengaktivasi NF-kb, yang kemudian akan memicu produksi sitokin proinflamasi. Kaskade pengeluaran sitokin proinflamasi yang meliputi IL-6, IL-8, MCP-1, dan ICAM-1 akan berujung pada kerusakan endotel. Tingginya komponen oksidan dalam tubuh saat sedang terjadinya infeksi Dengue juga dapat memperparah proses disfungsi endotel yang tengah terjadi.
Secara imunologis, propolis dapat meningkatkan aktivitas makrofag melalui stimulasi produksi sitokin, yaitu IL-1B dan TNF-a, yang telah dibuktikan pada studi terhadap mencit.
Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) merupakan kandungan ekstrak propolis yang memiliki aktivitas antiinflamasi. CAPE mampu menghambat pelepasan asam arakhidonat, menekan aktivitas enzim COX-1 dan 2, serta menginhibisi transkripsi faktor NF-kb dan NFAT. CAPE dari propolis bermanfaat dalam memutus rantai inflamasi ini, tepatnya sebagai antioksidan dan inhibitor stimulasi sitokin proinflamasi.
Uji Klinis Ekstrak Propolis
Kemampuan propolis untuk melawan DBD semakin disempurnakan dengan metode ekstraksi yang memurnikan kandungan propolis itu sendiri. PT Harmoni Dinamik Indonesia (HDI Group pf Companies) menyajikannya dalam produk HDI Propoelix® dengan kandungan 100 mg propolis ekstrak per kapsulnya.
Sebuah uji klinis mengenai propolis dilakukan oleh Rochsismandoko dan rekan pada Desember 2009 hingga Maret 2010. Uji terkontrol teracak ini melibatkan pasien DBD yang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama merupakan Kelompok Kontrol yang mendapat placebo, sementara kelompok kedua mendapatkan kapsul HDI Propoelix®, ekstrak propolis 100 mg, yang kemudian disebut Kelompok Propolis. Kondisi pasien DBD yang ikut dalam penelitian tersebut adalah sama, antara lain kadar trombositnya kurang dari 100.000/uL dan tidak mengonsumsi obat apapun selain rekomendasi dokter.
Efektivitas propolis dalam studi ini dinilai berdasarkan parameter klinis dan laboratories serta membandingkan lama perawatan antara kedua kelompok penelitian. Setelah dibagi ke dalam dua kelompok, pasien diteliti selama 4 hari. Dilakukan pemeriksaan hematologis rutin serial dan serologis DBD, serta pengamatan klinis.
Hasilnya, didapatkan bahwa semua variabel laboratorium dan klinis pada Kelompok Propolis menunjukkan perubahan yang signifikan secara statistik, sementara pada Kelompok Kontrol hanya suhu dan kadar leukosit saja yang mengalami perubahan. Dalam hal kadar trombosit, Kelompok Propolis menunjukkan peningkatan kadar trombosit yang signifikan sejak hari perawatan ketiga.
Pada pengamatan hari keempat, ditemukan bahwa kadar trombosit pada Kelompok Propolis lebih tinggi dibanding Kelompok Kontrol. Peneliti melaporkan bahwa perubahan trombosit pada Kelompok Propolis meningkat lebih tinggi secara signifikan dibanding Kelompok Kontrol.
Pada kedua kelompok, kadar hematokrit mengalami penurunan kea rah normal sejak hari kedua perawatan, dengan penurunan lebih besar pada Kelompok Propolis. Penurunan hematokrit merupakan parameter pengamatan laboratories yang penting pada DBD mengingat peningkatan hematokrit merupakan tanda hemokonsentrasi. Pada DBD, pasien mengalami hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular akibat kerusakan kapiler.
Maka, dapat disimpulkan bahwa perbaikan kondisi hemokonsentrasi lebih cepat terjadi pada Kelompok Propolis yang diberikan ekstrak propolis. Selain trombosit dan hematokrit, leukosit juga menjadi komponen hematologis yang mengalami perubahan pada DBD. Studi ini juga menunjukkan bahwa pada Kelompok Propolis terjadi kenaikan kadar leukosit yang dipertahankan setelah kadar leukosit normal, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok. Selain itu, dari segi lama perawatan, Kelompok Propolis dirawat lebih singkat dibandingkan dengan Kelompok Kontrol.
Propolis dinilai cukup aman dan dibuktikan dengan tidak adanya efek samping yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung. Dengan demikian, pemberian ekstrak propolis 100 mg dinilai bermanfaat sebagai terapi suportif pada kasus DBD karena dapat memperbaiki parameter klinis dan laboratories, serta berperan dalam mempersingkat lama perawatan di rumah sakit.
Disadur dari: Rochsismandoko, Eppy, Diana P, Syafiq A, Utami S, Lelo HA, Bagus SB. Uji klinis Propoelix (Propolis ekstrak) pada pasien demam berdarah Dengue. Medika 2013, tahun ke XXXIX, No. 2, p 104-113.